Profesor dari Pusat Kajian Antropologi FISIP Universitas Indonesia melakukan kajian di Desa Rensing Bat
Dari Kanan Ibu Profesor Yunita T Winarto,Pak taki, pak zul |
SID Rensing Bat_Pentingnya belajar tentang iklim
karena petani kerap kali merugi, ketika bertanam dengan mengabaikan faktor
cuaca. Di kala kekeringan atau disaat banjir, tanaman terancam mengalami
kerusakan dengan skala yang besar, nyaris sama merugikannya dengan serangan penyakit.
Karena itulah para petani khususnya yang ada di Desa Rensing
Bat dan Muntut Desa Rensing membentuk Klub Pengukur Curah Hujan (KPCH).
Hadirnya KPCH, bertujuan untuk sedikit membantu para petani di desa untuk
belajar memahami iklim.
Pada postingan sebelumnya, kami telah memposting
tentang alat sederhana pengukur curah hujan yang di sebut “Centong” yang
terbuat dari aluminium berukuran 12x22 Cm di tempelkan pada sebuah bambu atau
kayu berukuran 1,5 meter yang di letakkan berdiri di pematang sawah atau di
tengah sawah yang tidak boleh terlindung dengan pohon maupun bangunan, centong
di taruh dengan jarak 20 samapai 25 meter dengan centong yang lainnya dan di
biarkan selama 24 jam guna menampung curah hujan. Cara kerja Centong terbilang
cukup sederhana, petani akan mengukur curah hujan yang tertampung di dalam centong
tersebut. selanjutnya petani akan menganalisis dan memprediksi curah hujan
selama beberapa bulan kedepan. Dari sinilah petani akan menyusun skenario cuaca
untuk menentukn masa tanam dan masa panennya.
Pada hari Rabu tanggal 17 Januari 2018 pagi, Profesor
Yunita T Winarto dari Pusat Kajian (Puska) Antropologi FISIP Universitas
Indonesia mendatangi salah satu Kelompok KPCH yang ada di Desa Rensing Bat untuk
meninjau tempat melakukan Kajian atau bisa juga di sebut Exsperimen.ini bukan
kali pertama beliau mendatangi Rensing Bat, ini adalah kali ke 3 dalam 8 bulan
terakhir di tahun 2017 untuk melakukan evaluasi terhadap apa yang dilakukan
petani terhadap perubahan iklim.
Salah seorang petani asal Muntut Desa Rensing yang
juga ketua kelompok tani setempat, Zulkarnain, melakukan Exsperiman di areal
sawah miliknya dengan penanaman padi secara berpariasi dengan cara membuat
petak berukuran 3,5 x 3,5 meter sebanyak 3 petak yang di tanami padi dengan
jarak tanam yang berbeda,petak satu dengan ukuran 20 x 30 Cm, petak dua 20 x 20
Cm dan petak tiga dengan ukuran 20 x 10 Cm. Exsperimen dengan cara ini
bertujuan untuk mengetahui mana pertumbuhan dari pada padi tersebut yang
anakannya banyak dan mana yang sedikit,dari situ juga kita bisa mengetahui mana
yang tumbuh secara maksimal dan kurang maksimal akibat dari dampak perubahan
iklim, salah satunya curah hujan yang tidak menentu.
Profesor Yunita T Winarto yang juga guru besar di
bidang Antropologi Universitas Indonesia adalah seorang pengasas Klub Pengukur
Curah Hujan (KCPH) di Lombok Timur dan beberapa daerah lainnya, beliau
memperkenalkan metode pengukuran curah hujan ini untuk mengantisipasi kerugian
petani akibat gagal panen.
Dia menuturkan peranan dirinya sebagai peneliti adalah
membantu para petani menganalisis hasil pengukuran curah hujan. Dari hasil
tersebut, sambungnya, petani juga diminta untuk mengaitkan dengan kondisi
lahan, tanah, dan asupan pupuk yang dibutuhkan. a_m
Profesor dari Pusat Kajian Antropologi FISIP Universitas Indonesia melakukan kajian di Desa Rensing Bat
Reviewed by Unknown
on
January 17, 2018
Rating:
No comments: