Tujuan utama ditetapkannya pengaturan Desa sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, adalah merupakan penjabaran lanjut dari ketentuan Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yaitu memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunana nasional (Penjelasan Umum UU No. 6 Tahun 2014, angka 8 dan 9). Selain itu, tujuan utama lainnya pengaturan Desa dengan UU adalah untuk membentuk Pemerintahan Desa yang professional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggungjawab. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum. Serta meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa, guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional (Penjelasan Umum, angka 5,6 dan 7). Melestarikan dan memajukan adat, tradisi dan budaya masyarakat desa sebagai kearifan lokal, dan mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan asset desa guna kesejahteraan bersama (Penjelasan Umum, angka 3 dan 4). Dalam kaitan itu, untuk memperkuat ketahanan masyarakat desa dengan kultur yang telah tumbuh berkembang sebagai kearifan lokal yang beratur-ratus tahun lamanya, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) Kemendagri, setiap tahun menyelenggarakan Bulan Bhakti Gotongroyong Masyarakat (BBGRM) dan Hari Kesatuan Gerak PKK, secara bergiliran di daerah. Khusus tahun ini diselenggarakan pada 25 Mei 2004 di Jakarta. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 merupakan platform asas membangun masyarakat dengan semangat gotong royong. Basic  masyarakat kita yang hidup dengan komunitas pluralistic dibangkitkan kembali dengan kebersamaan, ketahanan bersama masyarakat desa, kata IR. Tarmizi A Karim MSc Dirjen PMD Kemendagri mengenai bulan bhakti gotongroyong. Dalam implementasinya semangat gotongroyong diaplikasikan membangun infrastruktur dengan partisipasi keterlibatan masyarakat, penguatan lembaga-lembaga kemasyarakatan, ormas, kelompok komunitas menjadi agen pembangunan. Seiring dengan itu, disamping menyediakan anggaran, pemerintah juga akan mempersiapkan masyarakat, perangkat desa dengan pola pembimbingan, pelatihan dan pendidikan. Dengan even tentang desa, diharapkan semua elemen bangsa harus bangkit mengatasi permasalah masyarakat desa, terutama mengatasi konflik dengan semangat gotong royong, ujur Tarmizi Karim.
Yang Tercecer
Menanggapi betapa pentingnya dibangkitkan kembali semangat gotong royong untuk membangun bangsa ini, Achmad Sobari, budayawan dan mantan pimpinan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, menegaskan bahwa gotong royong adalah jiwa, model bertingkah laku yang bersumber dari kearifan tradisional, modal cultural membangun keutuhan antara etnis masyarakat yang pluralistik di negeri ini. Masa lalu, tambah Achmad Sobari, tak masalah, karena kita sadar ke depan dengan gotong royong. Bukan semangat individualistis. Dunia barat hebat hanya dengan institusional, kalau ada masalah dengan semangat gotong royong diatas. Oleh karena itu agar Kemendagri mengajak LSM yang bergerak dalam kemasyarakatan untuk peran aktif, Bukan hanya seremonial, tapi bagaimana agar semua elemen bangsa ini menjiwai semangat gotongroyong. Gotong royong membangun bangsa jadi besar, tegas Achmad Sobari. Dunia berubah sekarang menghendaki kekuatan lokal untuk mandiri. Kemandirian dalam kelompok yang berbeda merupakan mozaik ketahanan dan merupakan ekonomi raksasa bangsa ini jika ditingkatkan terus. Agar kelompok menjadi kekuatan kemandirian, perlu menggerakan masyarakat dengan semangat gotongroyong, menjadi kekuatan ekonomi bersama. Kita kembali memungut yang tercecer dulu, yaitu prinsip-prinsip lokal sebagai kekuatan bersama yang merupakan kekuatan ketahanan masyarakat menghadapi terpaan arus globalisasi, kata Achmad Sobari.
Sumber :Kesbangpol_Kemendagri